Google Translate
Arabic Korean Japanese Chinese Simplified Russian Portuguese English French German Spain Italian Dutch

Mengenai Saya

Foto saya
Pecangaan Jepara, Semarang, Indonesia

Jumat, 22 Juni 2012

BERPEGANG TEGUH PADA AS SUNNAH PECANGAAN JEPARA

pecangaan  ~  jepara









Dari al-'Irbadh bin Sâriah radhiallahu 'anhu, dia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberikan wejangan kepada kami yang membuat hati ciut dan air mata berlinang, maka kami lantas berkata: sepertinya ini wejangan seorang yang berpamitan/meninggalkan (kami selamanya), lantas (aku berkata) wasiatilah kami !, beliau bersabda : "Aku wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah dan bersikap mendengar dan ta'at (loyal) meskipun orang yang memerintahkan (menjadi Amir/penguasa) adalah seorang budak. Sesungguhnya siapa-siapa yang nanti hidup setelahku maka
dia akan melihat terjadinya perbedaan/perselisihan yang banyak; oleh karena itu, berpeganglah kalian kepada sunnahku dan sunnah al-Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk (al-Mahdiyyin), gigitlah dia/sunnahku tersebut dengan gigi geraham, dan tinggalkanlah oleh kalian urusan-urusan baru (mengada-ada dalam urusan agama) karena sesungguhnya setiap bid'ah itu adalah sesat". (H.R. Abu Daud dan at-Turmuzi, dia berkata : hadits ini hadits hasan shahih). Catatan : Demikian naskah asli dari kitab "Jami'ul 'Ulum wal hikam" karya Syaikh Ibnu Rajab al-Hanbali (II/109) yang menyatakan bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh Abu Daud dan at-Turmuzi, dan setelah diteliti kembali ternyata matan yang ada dikedua sumber yang disebutkan oleh beliau (sunan Abu Daud dan at-Turmuzi) tidak persis seperti naskah/matan diatas ; barangkali naskah hadits tersebut diriwayatkan secara makna oleh Mushannif, Syaikh Ibnu Rajab al-Hanbali. Oleh karena itu, disini kami lampirkan juga naskah sebagaimana terdapat dalam kedua sunan tersebut : Takhrij hadits secara global Hadits tersebut ditakhrij oleh Imam Ahmad, Abu Daud, at-Turmuzi, Ibnu Majah, Ibnu 'Ashim, ad-Darimi, ath-Thahawi, al-Baghawi, al-Baihaqi dan lain-lain. Makna hadits secara global Dalam hadits tersebut, Rasulullah memberikan wasiat yang merupakan wasiat perpisahan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan para shahabatnya, karenanya para shahabat tidak membuang-buang kesempatan tersebut untuk meminta washiat beliau maka beliau pun berwasiat agar mereka bertakwa kepada Allah dan loyal terhadap pemimpin meskipun yang memimpin itu adalah seorang budak. Disamping itu beliau juga mengingatkan agar mereka berpegang teguh kepada sunnahnya dan sunnah para khulafaur Rasyidin dan menyampaikan bahwa nanti akan terjadi perselisihan yang amat banyak antar mereka setelah beliau wafat ; oleh karenanya, beliau melukiskan sikap mereka terhadap sunnah beliau dan sunnah para khulafaur Rasyidun itu haruslah seperti orang yang sedang menggigit dengan gerahamnya . Beliau juga tidak lupa mengingatkan mereka agar meninggalkan bid'ah dalam urusan agama karena semua bid'ah itu adalah sesat . Penjelasan tambahan Terdapat tambahan dalam matan hadits tersebut dari riwayat-riwayat yang lain namun oleh para ulama menolak adanya tambahan tersebut dan menganggapnya sebagai "idraj" (sisipan) dari perawi yang dalam ilmu hadits disebut hadits Mudraj. Penjelasan hadits kali ini akan dibuat perpenggalan matan hadits diatas : Kalimat (Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberikan wejangan kepada kami); Terdapat tambahan dalam riwayat Ahmad, Abu Daud dan at-Turmuzi dengan kata : yang menambah pengertian hadits yang kita bahas diatas yaitu bahwa wejangan sekaligus washiat tersebut sangat ringkas/simple, menyentuh sekali dan penuh dengan nuansa balaghah sehingga enak didengar. Dan dalam riwayat tersebut juga dijelaskan bahwa washiat/wejangan tersebut beliau sampaikan setelah shalat shubuh sebab beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam banyak sekali menyampaikan wejangan selain dalam khuthbah-khuthbah yang rutin seperti khuthbah 'id dan jum'at. Hal ini juga sama seperti perintah Allah dalam AlQuran : "..Dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataaan yang berbekas pada jiwa mereka". (Q.,s. 4/an-Nisa' : 63). Namun, suatu hal yang perlu dicermati bahwa beliau tidak mau melakukan hal itu secara kontinyu sehingga tidak membuat mereka bosan. Memberikan suatu wejangan diperlukan kecakapan dalam mengungkapkannya yaitu retorika dalam berpidato (balaghah) sehingga materi yang disampaikan enak didengar dan dapat diterima oleh hati pendengarnya. Diantara ciri khuthbah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah ringkas/simple, tidak panjang namun sangat bernuansa balaghah (berbekas dihati/menyentuh) dan îjaz (ringkas dan padat). Ada beberapa hadits yang menunjukkan hal itu, diantaranya : hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir bin Samurah, dia berkata : Aku shalat bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam maka aku (dapati) shalatnya begitu ringkas dan khuthbahnya juga demikian. Begitu juga hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, yang lafaznya :"bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memanjangkan mau'izhah/wejangan/khuthbah pada hari Jum'at namun hanya berupa kata-kata yang amat simple". Kalimat (yang membuat hati ciut dan air mata berlinang); terdapat beberapa penjelasan : bahwa demikianlah kondisi para shahabat dalam mendengarkan 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar